9 Juli 2012

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI ARTIKEL POPULER DIMENSI INTERNASIONAL SUPERSEMAR Nanda Evawandry, S.Pd.

A.    Analisis Kohesi dan Koherensi dalam Paragraf
1.    Pembicaraan tentang Surat Perintah 11 Maret 1966 umumnya menyangkut naskah asli dokumen tersebut atau tentang cara pemerolehannya yang tak biasa. Arsip Supersemar yang otentik belum ditemukan sampai sekarang dan dipercayai bahwa perintah itu diberikan bukanlah atas prakarsa Presiden Soekarno (Bung Karno), melainkan atas tekanan terhadap Bung Karno.

Analisisnya: Paragraf 1 merupakan paragraf yang padu (mengandung kohesi), kata tersebut dan kata ganti nya  serta kata penunjuk itu yang dicetak tebal mengacu kepada Supersemar (kekohesian pengacuan). Paragraf 1 merupakan paragraf yang koheren, karena tampak hubungan antarkonsep, atau gagasan di dalamnya konsisten sehingga paragraf dapat dipahami (adanya kesatuan makna, dan mudah dipahami)
2.    Jarang disinggung aspek internasional surat itu. Padahal, itu berkaitan dengan perubahan sejarah yang sangat besar terhadap negara dan bangsa Indonesia setelah 1965. Begitu diterima, Supersemar digunakan untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia sejak 12 Maret 1966.

Analisisnya: Paragraf 2 merupakan paragraf yang padu (terdapat kekohesian), kata penunjuk itu mengacu kepada Supersemar dan aspek internasional Supersemar pertalian kekohesian karena pengacuan/ referensi). Paragraf 2 ini juga koheren, karena tampak hubungan antarkonsep atau gagasan, sehingga paragraf dapat dipahami. Paragraf 2 dan paragraf 1 kohesi dan koheren, kedua paragraf saling berhubungan antarkonsep dan gagasan serta penggunaan pemarkah kohesi kata penunjuk itu.
3.    Memang ini merupakan tuntutan dari berbagai gerakan kesatuan aksi di Tanah Air. Namun, tidak kalah pentingnya tindakan itu prasyarat masuknya modal asing Barat ke Indonesia. Beberapa hari setelah Supersemar dikeluarkan, teknisi Freeport sudah mendaki gunung di Papua. Karena belum ada aturannya, Amerika Serikat mengirim konsultan untuk membantu membuatkan undang-undang penanaman modal asing.

Analisisnya: Paragraf 3 merupakan paragraf padu (mengandung kohesi), kata penunjuk ini dan itu mengacu kepada aspek internasional Supersemar yang terdapat dalam paragraf 2 (aspek internasional Supersemar disubstitusi oleh kata penunjuk ini). Penggunaan konjungtor namun dan karena menyatakan hubungan pertentangan dan hubungan klausal sehingga paragraf menjadi kohesif. Penggunaan kata ganti nya juga mengacu pada aspek internasional Supersemar dan prasyarat penanaman modal. Paragraf 3 merupakan paragraf yang koheren, terdapat hubungan antarkonsep/gagasan. Paragraf 3 dan paragraf 2 kohesi dan koheren karena terdapat hubungan antarkonsep /gagasan kedua paragraf itu sehingga terbentuk pertalian makna yang mudah dipahami.
4.    AS dan Inggris adalah dua negara yang sangat berkepentingan dengan perkembangan politik di Indonesia tahun 1965 dan sebelumnya. AS yang sedang berperang di Vietnam tidak ingin Indonesia jatuh ke tangan komunis. Inggris juga menginginkan hal serupa karena sedang membantu Malaysia menghadapi konfrontasi dengan Indonesia.

Analisisnya: hal serupa merupakan substitusi dari klausa tidak ingin Indonesia jatuh ke tangan komunis. Penggunaan konjungtor karena menyatakan hubungan kausal sehingga paragraf 4 ini kohesif dan koheren terdapat
    hubungan antarkonsep/gagasan. Paragraf 4 dengan paragraf 3 juga  kohesif dan koheren, sebab tampak hubungan antarkonsep/gagasan, yaitu AS.
5.    AS menyerahkan daftar nama pengurus PKI dan bantuan uang Rp 50 juta untuk Komite Aksi Pengganyangan Gestapu. Inggris mengirim agennya, Norman Reddway, untuk membentuk sebuah lembaga di Singapura dan dari sana melancarkan kampanye antikomunis.

Analisisnya: Penggunaan kata ganti nya mengacu kepada Norman Reddway menjadikan paragraf 5 ini kohesif. Paragraf 5 ini koheren karena terdapat hubungan antarkonsep/gagasan yaitu, komunis. Paragraf 5 dan paragraf 4 kohesif dan koheran karena terdapat hubungan antarkonsep/gagasan, yaitu dua negara yang berkepentingan terhadap politik Indonesia.
6.    Seminar internasional “Indonesia and the World in 1965” yang diadakan di Jakarta, Januari 2011, mengungkapkan banyak hal tentang keterlibatan berbagai negara besar di seputar keluarnya Supersemar. Sayangnya, belum ada sejarawan yang menggunakan arsip China tentang peristiwa tersebut.

Analisisnya: Kata tersebut, mengacu pada peristiwa keterlibatan berbagai negara seputar  keluarnya supersemar. Penggunaan konjungtor nya mengacu kepada seputar keluarnya Supersemar (kekohesiaan terbentuk karena pengacuan/referensi). Paragraf 6 ini kohesif dan koheren (terdapat hubungan antarkosep/gagasan). Paragraf 6 dan paragraf 5 juga kohesif dan koheren sebab ada hubungan antarkonsep/gagasan yang dapat dipahami.
7.    Ragna Boden yang meneliti arsip Uni Sovyet menyimpulkan bahwa Moskwa tidak terlibat dalam kudeta. Negara ini cenderung bersikap oportunitis. Mereka tidak berani, misalnya, menampung tokoh PKI yang diburu aparat keamanan di kedutaan besar mereka.

Analisisnya: Paragraf 7 merupakan paragraf yang padu, penggunaan pemarkah kohesi penunjuk ini mengacu kepada Moskwa dan penggunaan kata ganti mereka merupakan substitusi dari Negara Maskwa. Paragraf 7 ini juga koheren karena terdapat hubungan antarkonsep/gagasan, yaitu tidak terlibatnya negara Moskwa dalam kudeta. Paragraf 7 dan paragraf 6 kohesif dan koheren sebab terdapat hubungan antarkonsep/gagasan, yaitu arsip negara.
8.    Pada sebuah kesempatan di Tokyo, Aiko Kurosawa mengatakan kepada saya bahwa saat terjadi G30S 1965, duta besar Jepang di Jakarta sedang berada di Jawa Timur. “Ini membuktikan bahwa sang diplomat tidak tahu apa-apa tentang kudeta tersebut,” kata guru besar Universitas Keio itu. Namun, pertanyaannya dapat dibalik: kenapa sang dubes berkunjung ke Jawa Timur pada saat genting?

Analisisnya: Paragraf 8 merupakan paragraf yang padu, terdapat penggunaan pemarkah kohesi, diantaranya: penggunaan kata ganti saya mengacu kepada penulis artikel Asvi Warman Adam, penggunaan kata penunjuk ini mengacu kepada duta besar Jepang di Jakarta sedang berada di Jawa Timur, sedangkan penggunaan kata penunjuk itu mengacu kepada Aiko Kurosawa, dan penggunaan kata namun menyatakan adanya pemarkah kohesi  hubungan pertentangan. Karena penggunaan pemarkah kohesi dan terdapat hubungan antarkonsep/gagasan yang mudah dipahami dalam paragraf,  sehingga paragraf 8 menjadi koheren. Paragraf 8 dan paragraf 7 kohesi dan koheren sebab ada hubungan antarkonsep/gagasan, yaitu tidak terlibat dalam kudeta.
9.    Dubes Perancis di Jakarta tahun 1965 adalah Claude Cheysson, seorang sosialis yang dekat dengan Presiden Francois Mitterand. Bahkan, kemudian ia diangkat menjadi menteri luar negeri Perancis. Perlu pelacakan arsip di Paris tentang apa yang dilakukan  dan dilaporkan sang dubes dari Jakarta tahun 1965 karena, menurut Dubes AS Marshal Green, para diplomat Barat itu sering saling kontak.

Analisisnya: Paragraf 9 merupakan paragraf kohesif sebab terdapat penggunaan pemarkah kohesi, diantaranya: penggunaan konjungtor bahkan menyatakan hubungan peningkatan, penggunaan kata ganti ia mengacu kepada Claude Cheysson yang disubstitusikan, konjungtor karena menyatakan hubungan kausal, dan kata ganti itu mengacu kepada para diplomat Barat. Paragraf 9 koheren sebab ada hubugan antarkonsep/gagasan sehingga paragraf mudah dipahami. Paragraf 9 dan paragraf 8 kohesi dan koheren karena terdapat hubungan antarkonsep/gagasan, yaitu arsip negara yang menyatakan tidak terlibat dalam kudeta..
10.    Sementara itu, reportase dan analisis pers Perancis tentang Indonesia tahun 1965/1966 tidaklah mendalam, seperti diakui pakar Perancis Francois Raillon. Tanggal 22 Maret 1966 koran Le Monde menurunkan artikel panjang berisi puji-pujian tentang Soeharto yang dianggap tokoh alternatif bagi Indonesia.

Analisisnya: Frase sementara itu, merupakan pemarkah yang menghubungkan
 paragraf 10 dengan paragraf sebelumnya. Hubungan antarkonsep/gagasan dalam paragraf tidak menunjukkan kekohesian, akan tetapi terdapat hubungan yang koheren antara paragraf 10 dan paragraf 9 karena adanya pemarkah sementara itu.
11.    Tahun 1965 terdapat dua Jerman di Jakarta: Jerman Barat yang telah membuka kedutaan besar sejak 1952 dan Jerman Timur yang berstatus konsulat. Keduanya saling bersaing dan pihak Jerman Barat merintangi pengakuan Negara asing  terhadap Jerman Timur (waktu itu baru belasan Negara).

Analisisnya: Paragraf 11 merupakan paragraf yang padu, kata ganti nya mengacu  kepada Negara Jerman Barat dan Jerman Timur. Paragraf 11 juga koheren karena adanya hubungan antarkonsep/gagasan yang mudah dipahami. Paragraf 11 dan paragraf 10 tidak koheren karena tidak terdapat hubungan antarkonsep/gagasan yang berkaitan antara kedua paragraf itu.
12.    Kedutaan Besar Jerman Timur baru dibuka pada era Orde Baru. Namun, kedua Jerman itu bersikap skeptif terhadap politik luar negeri Indonesia dan  perkembangan PKI. Dalam ulang tahun PKI (Mei 1965) negara komunis Jerman Timur tidak diundang. Setelah meletus G30S, Jerman Barat melihat peluang ekonomi di Indonesia. Duta Besar Kurt Luedde-Neurath mengatakan “kesempatan itu harus diambil, jangan dilepaskan.”

Analisisnya: Paragraf 12 merupakan paragraf yang padu, konjungtor namun, adalah penggunaan pemarkah yang menyatakan  pertentangan, kata ganti itu mengacu kepada Jerman Barat, Jerman Timur dan peluang ekonomi. Paragraf 12 ini koheren karena terdapat hubungan antarkonsep/gagasan yang mudah dipahami. Paragraf 12 dan paragraf 11 kohesi dan koheren karena terdapat hubungan antarkonsep/gagasan yang relevan, yaitu tentang dua Jerman (Jerman Barat dan Jerman Timur).     
13.    Richard Tanter mengungkapkan betapa sedikit pengetahuan masyarakat Australia tentang pembantaian massal tahun1965 di Indonesia ketimbang pembantaian oleh Nazi Jerman, rezim Stalin Rusia, atau Khmer Merah Kamboja. Suatu masa pernah citra Indonesia buruk di mata sejumlah orang Australia justru karena peristiwa Timor Timur, bukan karena kasus 1965. Tanter mencoba memperlihatkan bahwa pers, akademisi, dan politisi Australia tahu pembantaian tahun 1965. Namun, mereka bungkam dan tidak berbuat apa-apa.

Analisisnya: Paragraf 13 merupakan paragraf yang kohesif, penggunaan pemarkah kohesi konjungtor namun menyatakan hubungan pertentangan dan penggunaan kata ganti mereka mengacu kepada politisi Australia yang disubstitusikan. Kata namun, mereka adalah pemarkah kohesi sebagai penanda kekohesian paragraf ini. Paragraf 13 ini juga koheren sebab terdapat hubungan antarkonsep/gagasan yang relevan dan mudah dipahami. Paragraf 13 dengan paragraf 12 menunjukkan kekoherensian, sebab terdapat hubungan antarkonsep/gagasan yang relevan, yaitu negara-negara yang merasa tidak terlibat kudeta di Indonesia. 
14.    Yang disampaikan Paul Keating tahun 2008 mungkin bisa menjawab sikap politisi Australia yang mendua itu: “Andai kata Orde Baru tidak menyingkirkan Soekarno dan PKI, akan terjadi destabilitasi di Australia dan seluruh Asia Tenggara.”

Analisisnya: Paragraf 14 merupakan paragraf yang padu, kata penunjuk itu mengacu kepada sikap Australia mengetahui tetapi bungkam perihal peristiwa pembantaian masal di Indonesia tahun1965. Paragraf 14 juga koheran karena terdapat hubungan antarkonsep/gagasan yang mudah dipahami. Paragraf 14 dengan paragraf 13 koheren karena terdapat hubungan antarkonsep/gagasan yaitu sikap Australia terhadap kudeta yang terjadi di Indonesia.
B.    Kesimpulan
Secara umum keempat belas paragraf artikel ini merupakan paragraf yang padu (terdapat kekohesian). Hal ini, disamping karena terdapatnya penggunaan pemarkah kohesi (konjungtor, kata ganti penunjuk, dan kata ganti orang) yang digunakan, juga karena terdapatnya pengacuan/referensi dan substitusi antarkalimat dengan kalimat lainnya. Oleh karena itu dapat juga disimpulkan bahwa paragraf-paragraf tersebut juga koheren karena adanya hubungan antarkonsep/gagasan sehingga paragraf mudah dipahami.
Antara paragraf satu dengan paragraf lainnya, secara umum terdapat kekoherensian, pertalian antarkonsep/gagasan. Pengacuan/referensi yang menjadikan masing-masing paragraf saling terkait sehingga diperoleh pemahaman makna antarkonsep/gagasan yang mudah dipahami.


DAFTAR RUJUKAN
Idat, T. Fatimah DJ.1994. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarstruktur. Bandung: PT. Eresco

Juita, Novia. 1999. Wacana Bahasa Indonesia. Bahan Ajar. DIP Universitas Negeri Padang.

Kusuma Sumantri Zaimar, Okke. Telaah Wacana. Jakarta: The Intercultural Insitute.

Syamsidar. 1992. Studi Wacana. Teori-Analisis-Pengajaran. Bandung: Mimbar Pendidikan Bahasa dan Seni FPBS IKIP Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar